Pura Bukit




Sejarah Pura Bukit, berawal dari kerajaan karangasem dengan rajanya yang terkenal sangat sakti yang dipimpin oleh 3 raja bersaudara yaitu Ida Anglurah Wayan Karangasem, Ida Anglurah Nengah Karangasem Dan Ida Anglurah Ketut Karangasem, 3 raja tersebut mempunyai 1 saudara perempuan yang bernama Gusti Ayu Inten Karangasem, ketiga raja tersebut sangat memanjakan saudara perempuannya itu, sehingga dia mendapatkan pengawalan yang sangat ketat dan tidak ada satu orang pun  yang  berani mendekatinya. Suatu ketika terdengar suara laki-laki di dalam kamar Gusti Ayu Inten Karangasem namun ketika diperiksa ternyata tidak ada siapaun di kamarnya kecuali Ida Ayu Inten Karangasem. Kejadian itu terjadi berulangkali sampai akhirnya Gusti Ayu Inten Karangasem hamil, namun tidak ada 1 orangpun yang tahu siapa yang telah menghamilinya.

Ketiga raja tersebut merasa heran, karna mereka pun tidak mengetahui siapa yang sudah menghamilinya. Sampai ketiga raja tersebut mendatangkan paranormal, namun tetap saja mereka tidak dapat mengetahuinya, dan karena itu pun mereka memperketat penjagaan Gusti Ayu Inten Karangasem. Lalu, pada suatu hari terlihat kobaran api dating dari arah Gunung Agung turun kekamar Gusti Ayu Inten Karangasem dan kembali terdengar suara laki-laki namun setelah diperiksa kembali tidak di temukan siapa-siapa selain Gusti Ayu Intan.

Akhirnya, Gusti Ayu Inten Karangasem  melahirkan anak pertamanya yaitu seorang anak laki-laki. Lalu pada saat otonan pertama (6 bulan kalender bali) anak tersebut sudah  paham  dengan isi dari Weda, dan  karena kejadian itu anak tersebut di berinama Ida Betara Alit Sakti. Namun dikarenakan identitas ayah dari anak itu belum diketahui maka anak itu tidak diakui oleh Ketiga Raja tersebut, karena alasan tersebut anak itu terkena hukuman dari Ketiga Raja yaitu Dijemur dibawah terik matahari dengan tujuan membunuh anak tersebut karena di curigai ayah dari anak ini adalah makhluk halus. Namun pada saat jam 12 pas dimana matahari terik tepat kearah ubun-ubun anak itu, dating sekumpulan awan menutupi anak itu seakan-akan ingin melindungi anak itu.

Lalu pada suatu hari ada seorang yang bernama Pasek Bukit sedang melakukan pertapaan di saat purnamaning kapat tepatnya di sebuah hutan , dan pada saat itu ia mendengar suara-suaragaib (sabda akasa) yang menceritakan tentang siapa ayah sebenarnya dari anak yang dilahirkan Gusti Ayu Inten di Puri Amlaraja (Sekarang dikenal dengan Puri Kelodan) dan menyuruh agar Pasek Bukit menulisnya dalam bentuk surat, dimana suara gaib itu bercerita bahwa ayah dari anak itu adalah Betara Gunung Agung dimana Betara Gunung Agung ini adalah Betara dengan kedudukan tertinggi di Bali. Lalu Pasek Bukit membawa surat tersebut ke Kerajaan namun Pihak kerajaan tidak langsung percaya dan melakukan Penerawangan ulang. Lalu pada saat itu pihak kerajaan pun juga dapat melihat kebenaran dari isi surat tersebut.

Lalu ketiga Raja tersebut berkomunikasi dengan Betara Gunung Agung atas seijin-Nya, dimana Betara Gunung Agung ini meminta dibuatkan Pelinggih (Pura) ditempat Pertapaan Pasek Bukit (Yang sekarang dikenal dengan Desa Bukit) . lalu pihak kerajaan pun membuatkan sebuah pelinggih berupa Meru, namun setelah pembuatan selesai pada saat akan di resmikan (Plaspas) Meru tersebut tiba-tiba terbakar. Lalu ketiga Raja tersebut pun kembali berkomunikasi dengan Betara Gunung Agung mempertanyakan penyebab terbakarnya Pelinggih tersebut,  dan Betara Gunung Agung pun menjawab bahwasanya Meru adalah Pura untuk Betara saja sedangkan anak tersebut adalah hasil dari perkawinan Betara dan manusia , Setelah itu dibuatkan kembali Pelinggih berupa Bale Gede . Namun pada saat ingin di resmikan kembali (Plaspas) lagi-lagi Pelinggih tersebut terbakar. Lalu kembali ketiga  Raja tersebut berkomunikasi dengan Betara Agung untuk mempertanyakan alasan terbakarnya Bale Gede tersebut, dan Betara Gunung Agung pun menjelaskan bahwa penyebabnya adalah Bale Gede itu merupakan tempat untuk manusia sedangkan anak tersebut adalah hasil dari perkawinan Betara dan manusia. Dan akhirnya berdasarkan alas an itu ketiga Raja pun membuatkan Pelinggih berupa Gaduh (Perpaduan antara Meru dan Bale Gede) dan akhirnya Pelinggih tersebut berhasil di Resmikan oleh Pedanda Sakti Bawurauh yang di dampangi oleh Pendeta Budha dari jawa yang bernama Pedanda Danghyang Astapaka.

Gaduh
 Setelah Pelinggih itu di Upacarai, Gusti Ayu Intan Karangasem dan anaknya beserta beberapa pasukan untuk berangkat menuju Pelinggih tersebut atas Sabda dari Betara Gunung Agung. Di tengah perjalanan tepatnya setelah melewati sebuah Sungai (yang sekarang dikenal dengan Sungai guling) tiba-tiba anak tersebut menghilang dari gendongan Gusti Ayu inten Karangasem tanpa bekas (Moksa) dan mereka semua pun panik , lalu Gusti Ayu Intan Karangasem mendapat sabda dari Betara Gunung Agung bahwa anaknya sudah bersemayam di Pelinggih Gaduh tersebut , dan mereka pun melanjutkan perjalanan. Sesampainya di Pelinggih Gaduh tersebut Gusti Ayu Intan karangasem yang dari tadi membawa tongkat menancapkan tongkatnya di tanah dan seketika itu Gusti Ayu Intan pun Menghilang tanp abekas (Moksa). Dimana tongkat yang tertancap itu tumbuh menjadi sebuah pohon di area Pelinggih tersebut yang dikenal dengan Pohon Kepal.

Akhir cerita ,Pelinggih tersebut diberinama Pura Bukit yang sekarang berada di Desa bukit Kecamatan Karangasem , Kabupaten Karangasem. Dan piodalannya jatuh pada puramaning kapat.

1 komentar:

Template Designed by Mastemplate